Kanjuruhan

Aku menulis ini dengan melihat bayang pohon dibawah langit hitam. Samar..

Membuka kata pemuka popular Kanjuruhan

20, 40, 79 hingga 3 Oktober 2022 menjadi 129

Bayang-bayang itu ada dan nyata, padahal aku ada di jauh dari Kanjuruhan

Bergelimang, muka pucat, muka membiru, gadis berselempang tas hitam, kaos hitam tangan terikat. Anak berselang di wajahnya masih ada pilu air mata. “Ibu dadaku sakit” “ibu, dadaku lega” tapi aku tak bisa lagi menggenggammu

Nafasku tersengal, Kanjuruhan oh Kanjuruhan. Melepas begitu banyak keluarga, melepas anak dari ayahnya, melepas anak dari ibunya, melepas anak anak dari kait dunia.

Aku yang jauh, mendengar isak tangisnya, mendengar derunya. Kutelan dalam dalam ludah dalam mulutku. Rasanya sakit.

Lalu bagaimana dengan ibu dari Mereka? Ayah dari mereka? Kekasih dari mereka?

Kanjuruhan, apa lagi yang ingin kau katakan? Saksimu bisu. Berteriak-teriak saling membatu. Mengeras dan belum ada pandang maaf. Mana maafmu? Aku tidak tau.

Aku hanya Takut dan gelisah. Kututup layar ponsel. Kudengarkan irama lama. Tuhan Maha Tau.

BETAPA

Betapa indahnya membayangkan mereka beradu kasih
Betapa indahnya membayangkan memori berkesan tentang mereka
Tapi aku merasa sedih
Betapa Indah kasihnya kepada dia
Tapi aku merasa sedih
Betapa indah dan pilu perjuangan mereka
Tapi aku merasa sedih

Betapa indahnya jalinan kasihnya
Betapa indah kisah cintanya

Memori yang terus berputar dikepala
Langkah yang terus mundur
Membuatku Hancur
Mengapa aku merasa seperti ini?

Mengapa bukan aku yang merasakan hal itu?
mengapa hanya aku yang berusaha dalam kisahku?
Tidak pernah aku dikasihi,dicintai seperti itu
jika aku sekarang ada, apakah hal yang sama? apakah masih ada rasa yang seperti itu
Apa aku akan begitu indah?
Nafasku terus mencekik leher
Benar benar sakit